Pernah mendengar lagu berjudul Wong Ndeso yang dipopulerkan oleh Thukul Arwana? Lagu tersebut liriknya sebagai berikut:
Puas? Puas?
Yo
Yo
Yo
You
Puas? Puas?
Ndeso, ndeso, tapi ra popo rejekine kutho
Memang tampang aku katrok
Tapi rejekine
Tampang nggak jadi ukuran
Kadang wajah
Pancen aku wong ndeso
Soal cinta aku Romeo
Buanyak cewek sing trisno
Tapi ora tak pikiri tak sobek-sobek masa bodoh
Just kidding, just for laugh
You
Dasar wong ndeso, tapi rejekine kutho
No problem, never mind, never mind
Memang tampang aku katrok
Tapi rejekine
Tampang dadi ukuran
Kadang wajah
Pancen aku wong ndeso
Soal cinta aku Romeo
Buanyak cewek sing trisno
Tapi ra tak pikirin tak sobek-sobek masa bodoh
Yo
Yo
Yo
Yo
2x
Beberapa bulan yang lalu lagu ini sempat booming terutama di daerah Jawa Tengah. penikmatnya mulai dari anak SD dan tukang becak hingga mahasiswa dan kalangan profesional, baik orang
Secara terminologi, kata wong ndeso berarti orang yang tinggal atau berasal dari desa. Dalam konteks interaksi sosial, makna kata “ndeso” meluas menjadi sifat atau karakter yang kampungan, dalam artian jauh dari anggapan kepatutan umum (public decency) sebagai indah atau bagus. Kata “ndeso” mencakup segi fisik, ekonomi, fashion, dan ide. Sering kita dengar di masyarakat kalimat-kalimat seperti “Tampange kok ndeso banget to?”, ”Penampilane kok ndeso ngono?”, “Cara berpikire wong ndeso iki.” Tentu ini merupakan sebuah stigmasi pada orang-orang yang tinggal atau berasal dari desa.
Dalam lagu ini, Thukul juga menyebut kata
Menurut saya, pelabelan “ndeso” pada orang-orang yang kampungan secara fisik, ekonomi, fashion, dan ide, dan “kota” pada orang yang sebaliknya, berawal dari perbedaan persepsi terhadap orang desa dan orang kota secara umum. Orang
Sebenarnya kalau kita mau melihat lebih dalam, ada generalisasi pada pelabelan ini. Kenyataannya, tidak semua orang desa memiliki sifat seperti di atas. Kita tidak bisa memungkiri fakta bahwa banyak juga orang desa yang kaya, berpenampilan bagus, dan memiliki intelektualitas dan intelegensi yang tinggi. Begitu juga dengan orang
Lantas, pantaskah kita beranggapan bahwa orang desa itu pasti “ndeso” dan orang
No comments:
Post a Comment