Thursday, December 2, 2010

Alasan Kenapa KKP untuk FIB UNDIP Harus Dipertahankan



Salah satu tema seminar internasional yang saya ikuti di Nagoya University, Jepang adalah Youth Career Formation in Japan. Presentasi dengan tema tersebut disampaikan oleh Prof. Terada, mantan dekan Fakultas Pendidikan dan Pengembangan Manusia, yang resah dengan kondisi pendidikan di Jepang yang lebih berorientasi pada teori dan pencapaian akademik sementara kurang menitikberatkan pada penyiapan peserta didik untuk dunia kerja. Walhasil, banyak peserta didik yang tidak langsung dapat diserap oleh dunia kerja dan harus menunggu lama sebelum akhirnya mendapatkan pekerjaan karena perusahaan sering memberikan spesifikasi persyaratan yang tidak dapat dipenuhi lulusan sekolah/ perguruan tinggi.

Untuk mengatasi hal ini, Prof. Terada memberikan solusi agar sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi di Jepang memberikan porsi lebih pada career education agar para siswa mendapatkan pemahaman mendalam dan mempersiapkan diri untuk dunia kerja, misalnya dengan program magang. Selain itu, dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak terutama perusahaan-perusahaan swasta agar memberikan kesempatan pada siswa untuk magang di intansi mereka. Saat Prof. Terada menyampaikan presentasi tentang topik ini, saya langsung teringat pertemuan mahasiswa Sastra Inggris, Sastra Indonesia, dan Ilmu Perpustakaan UNDIP dengan Pembantu Dekan 1 beberapa hari sebelum saya berangkat ke Jepang, terutama karena hal yang sama juga terjadi di Indonesia, di mana banyak sarjana yang menganggur karena tidak terserap oleh penyedia lapangan pekerjaan.

Saat itu mahasiswa ramai-ramai menolak untuk diikutsertakan dalam program KKN sebagai ganti dari magang/ KKP dan lebih memilih untuk mengikuti KKP daripada KKN. Alasannya macam-macam: mulai dari pertimbangan bahwa KKP lebih akomodatif untuk mengaplikasikan ilmu mereka hingga konsekuesi-konsekuensi negatif bila mahasiswa yang sudah diterima di beberapa instansi membatalkan secara sepihak rencana magang mereka, tanpa menafikan kenyataan bahwa KKN juga memiliki banyak manfaat. Gayung pun bersambut. Rektorat memberikan kesempatan kepada mahasiswa dari tiga jurusan di atas untuk ikut KKP, sedangkan mahasiswa angkatan di bawah mereka wajib mengikuti KKN.

Bila kita melihat keputusan rekotrat ini dari kacamata poin-poin yang disampaikan Prof. Terada, akan terasa bahwa keputusan penghapusan KKP dan menggantikannya dengan KKN adalah sebuah langkah mundur. Lebih lagi bila mengingat pernyataan yang disampaikan oleh Ketua Jurusan Sastra Inggris tahun lalu yang menyatakan bahwa KKP adalah sebuah terobosan dan langkah maju jurusan agar mahasiswa lebih dapat mengaktualisasikan diri serta mempersiapkan diri ke dunia kerja. Ibarat sudah maju (selama 5 tahun,karena KKP pertama kali dilaksanakan 5 tahun yang lalu) dan sekarang harus mundur lagi dengan kembali KKN.

Saya di sini sepenuhnya setuju bahwa KKN memiliki banyak manfaat baik bagi mahasiswa maupun masyarakat. Poin saya adalah, tiap tahun ada ratusan ribu lulusan perguruan tinggi yang menganggur karena tidak terserap oleh penyedia lapangan kerja, dan bila dikaitkan dengan poin Prof. Terada, bukankah sebaiknya kita mempertahankan KKP agar mahasiswa dapat mempersiapkan diri ke dunia kerja dan dengan begitu dapat segera terserap di dunia kerja sehingga tidak berbagi nasib dengan ratusan ribu sarjana yang menganggur? Bukankah memalukan jika melihat banyak alumni kita yang menganggur karena tidak laku di dunia kerja?

No comments:

Post a Comment